|
Potensi wisata
Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata mencakup pembangunan aspek ekonomi dan aspek sosial budaya, serta dilakukan secara sinergis dengan berbagai sektor lain. Propinsi Lampung telah menetapkan tujuh obyek wisata unggulan dalam upaya mewujudkan Lampung sebagai daerah tujuan wisata. Obyek wisata unggulan yang telah ditetapkan adalah:
1) Kawasan Wisata Bakauheni dan Land Mark Menara Siger,
1) Kawasan Wisata Bakauheni dan Land Mark Menara Siger,
2) Kawasan Ekowisata Kalianda dan sekitarnya,
3) Kawasan Wisata Agro Pekalongan, Lampung Timur,
4) Pengembangan Ekowisata Taman Hutan Rakyat Gunung Betung,
5) Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Way Kambas,
6) Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Selain itu wisata unggulan juga terdapat obyek wisata penunjang yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota, meliputi obyek wisata alam 177 buah dan obyek wisata buatan termasuk obyek wisata budaya sebanyak 145 obyek . Sampai dengan tahun 2006, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Lampung mencapai 843.768 orang wisatawan nusantara atau naik 22,44 % dari tahun 2005; sedangkan wisatawan mancanegara sebanyak 6.893 orang atau naik 27,08 % dibandingkan tahun 2005.
Potensi Sosial Budaya Provinsi Lampung |
04-01-2008 | |||||
Provinsi Lampung dikenal juga dengan julukan “Sang Bumi Ruwa Jurai” yang berarti satu bumi yang didiami oleh dua macam masyarakat (suku/etnis), yaitu masyarakat Pepadun dan Saibatin. Masyarakat pertama mendiami daratan dan pedalaman Lampung, seperti daerah Tulang Bawang, Abung, Sungkai, Way Kanan, dan Pubian, sedangkan masyarakat kedua mendiami daerah pesisir pantai, seperti Labuhan Maringgai, Pesisir Krui, Pesisir Semangka (Wonosobo dan Kota Agung), Balalau, dan Pesisir Rajabasa. Di samping penduduk asli Suku Lampung, Suku Banten, Suku Bugis, Jawa, dan Bali juga menetap di provinsi itu. Suku-suku ini masuk secara massif ke sana sejak Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905 memindahkan orang-orang dari Jawa dan ditempatkan di hampir semua daerah di Lampung. Kebijakan ini terus berlanjut hingga 1979, batas akhir Lampung secara resmi dinyatakan tidak lagi menjadi daerah tujuan transmigrasi. Namun, mengingat posisi Lampung yang strategis sebagai pintu gerbang pulau Sumatera dan dekat dengan Ibu Kota Negara, pertumbuhan penduduk yang berasal dari pendatang pun tetap saja tak bisa di bendung setiap tahunnya. Umumnya masyarakat Lampung mendiami kampung yang disebut dengan Tiyuh, Anek, atau Pekon. Beberapa kampung tergabung dalam satu marga, sedangkan kampung itu sendiri terdiri atas beberapa buway. Di setiap buwat atau gabungan buway terdapat rumah besar yang disebut Nuwou Balak. Biasanya Nuwou Balak ini merupakan rumah dari kepala kerabat yang merupakan pemimpin klan dari kebuwayan tersebut, yang disebut juga dengan punyimbang bumi. Masyarakat Lampung memiliki bahasa dan aksara sendiri, namun penggunaan bahasa Lampung pada daerah perkotaan masih sangat minim akibat heterogenitas masyarakat perkotaan dan karena itu penggunaan Bahasa Indonesia lebih menonjol. Untuk daerah pedesaan, terutama pada perkampungan masyarakat asli Lampung (riyuh ataupun pekon), penggunaan Bahasa Lampung sangat dominan. Bahasa Lamapung terdiri dari dua dialek, pertama dialek “O” yang biasanya di gunakan oleh masyarakat Pepaduan, meliputi Abung dan Menggala: serta dialek “A” dan umumnya digunakan masyarakat Saibatin, seperti Labuhan meringis, Pesisir Krui, Pesisie Semangka, Belalau, Ranau, Pesisir Rajabasa, Komering, dan Kayu Agung. Namun demikian ada pula masyarakat Pepaduan yang menggunakan dialek “A” ini, yaitu Way Kanan, Sungkai, dan Pubian. Di samping memiliki bahasa daerah yang khas, masyarakat Lampung juga memiliki aksara sendiri yang disebut dengan huruf kha gha nga. Aksara dan Bahasa Lampung itu menjadi kurikulum muatan lokal yang wajib dipelajari oleh murid-murid SD dan SMP di seluruh Provinsi Lampung. Nilai-nilai budaya masyarakat Lampung bersumber pada falsafah Piil Pasenggiri, yang terdiri atas: Piil Pasanggiri (harga diri, perilaku, sikap hidup):
Nilai-nilai masyarakat Lampung tercermin pula dalam bentuk kesenian tradisional, mulai dari tari tradisional, gitar klasik Lampung, sastra lisan, sastra tulis, serta dalam bentuk upacara kelahiran, kematian dan kematian. Pembinaan terhadap seni budaya daerah ini dilakukan oleh pemerintah daerah dan lembaga adat secara sinergis. Pada tahun 2006 terdapat sejumlah organisasi kesenian, baik yang bersifat seni tradisional maupun kreasi baru, yang tersebar di berbagai daerah di Lampung. Cabang organisasi tersebut meliputi 127 organisasi seni tari, 87 organisasi seni musik, 15 organisasi seni teater, dan 30 organisasi seni rupa. Provinsi ini juga memiliki 438 benda cagar budaya yang dimiliki warga masyarakat dan 93 lokasi komplek situs kepurbakalaan yang tersebar di berbagai daerah. Situs kepurbakalaan zaman prasejarah itu antara lain Taman Purbakala Pugung Raharjo do Lampung Timur, situs Batu Bedil di Tanggamus, dan situs Kebon Tebu di Lampung Barat yang berupa menhir dan dolmen. Ada juga situs purbakala zaman Islam berupa kuburan kuno di Bantengsari, Lampung Timur, dan makam Islam di Wonosobo, Tanggamus. Situs kesejarahan antara lain Makam Pahlawan Nasional Raden Intan II di Lampung Selatan. Di Museum Negeri Rua Jurai Lampung, menurut catatan terakhir 2006, ada 4.369 benda berharga yang berasal dari berbagai jenis koleksi yang bernilai sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan. Pada kunjungan kerja ke Provinsi Lampung pada tanggal 14 Juli 2005, dalam acara Peresmian Pembukaan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IX tahun 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpesan bahwa: Bangsa kita memang bangsa yang majemuk, yang mempunyai latar belakang kesukuan, kebudayaan, dan keagamaan yang berbeda-beda. Namun hakekat kemanusiaan sesungguhnya adalah satu, yaitu semua manusia adalah ciptaan Tuhan. Sebab itu, perbedaan-perbedaan tidaklah menjadi halangan bagi kita untuk hidup rukun, hidup damai, dan hidup bersatu menjadi sebuah bangsa di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
Perkembangan nilai ekspor Lampung 2008 secara year on year tumbuh 72,3%. Peningkatan ekspor yang cukup tinggi terjadi hingga pertengahan tahun. Namun, gejolak keuangan global menyebabkan penurunan ekspor yang cukup signifikan pada akhir 2008.
Menurut Pemimpin Bank Indonesia Lampung Mokhammad Dakhlan, pekan lalu, turunnya permintaan luar negeri sebagai efek krisis global menyebabkan penurunan nilai ekspor Lampung. Namun, ekspor tahun 2008 tumbuh signifikan dengan porsi meningkat dari 7,9% (2007) menjadi 16,46%.
Sementara itu, berdasar pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung yang diperoleh dari surat pemberitahuan ekspor barang (PEB) di Pelabuhan Panjang, selama periode Januari hingga Desember 2008, nilai ekspor Lampung mencapai 2,74 miliar dolar AS atau naik 78,09% dibanding dengan tahun 2007.
Menurut Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Provinsi Lampung Dody Gunawan Yusuf, Senin (2-2), sepanjang tahun 2008, kontribusi terbesar ekspor Lampung disumbangkan komoditas kopi, yaitu 26,38% dari total ekspor Lampung. Diikuti minyak nabati 23,88%, bubur kertas/pulp 8,76%, dan ikan-udang 8,75%. "Peranan keempat golongan ini mencapai 67,78% dari total ekspor Lampung sepanjang Januari hingga Desember 2008," papar Dody. Selama periode Januari--Desember 2008, Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor terbesar Lampung, yaitu senilai 387,46 juta dolar AS (14,12%). Disusul Jerman 353,02 juta dolar AS (12,87%), Jepang 306,64 juta dolar AS (11,18%), dan Belanda 293 juta dolar AS (10,68%).
Sementara itu, untuk kegiatan impor nonmigas berdasar pada data BPS naik 71,69% sepanjang tahun 2008 dibanding dengan 2007, yaitu dari 418,57 juta dolar AS (2007) menjadi 718,65 juta dolar AS (2008). Sedangkan berdasar pada perhitungan BI, impor Lampung di 2008 tumbuh 52,4% atau cukup stabil.
Komoditas impor yang memberikan andil terbesar tahun 2008 ini berasal dari pupuk, yaitu mencapai 35%. Diikuti binatang hidup 22,77%, mesin-mesin/pesawat mekanik 8,77%, dan biji-bijian berminyak 6,50%. Sedangkan negara pemasok barang impor terbesar Januari--Desember 2008 berasal dari Australia senilai 167,61 juta dolar AS (23,32%).
Diikuti China 85,41 juta dolar AS (11,88%), Amerika Serikat 82,49 juta dolar AS (11,48%), dan Korea Selatan 40,22 juta dolar AS (5,60%). Sementara itu, impor nonmigas dari negara-negara ASEAN mencapai 8,73% dan Uni Eropa 3,83%.
sumber: indonesia.go.id
Komentar
Posting Komentar